Makassar, Pedomanku.id: Tiba tiba, seekor kucing keluar dari bangunan bergaya neo klasik itu. Di bagian atas, lima merpati hinggap di konsol. Tidak ada gerak-gerik manusia sama sekali.
Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Menurut informasi di Google Maps, Museum Kota Makassar yang berada di Jalan Balai Kota, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar itu mestinya sudah buka.
“Sekarang ada renovasi, museum tutup sejak bulan 10,” kata seorang perempuan paruh baya setengah berteriak dari dalam museum, sambil tergopoh-gopoh berlari ke ambang pintu. Ia adalah Hamsinah. Petugas kebersihan museum yang dikelola UPT Museum Kota Makassar.
Museum yang berdiri sejak 17 Juni 2020 itu, kata Hamsinah ditutup sejak bulan 10 2023. Bangunan peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda itu kini direnovasi. “Tahun ini, 2024 insyaallah selesai,” kata Kepala UPT Museum Kota Makassar, Nur Harlah Dahlan saat ditemui di pelataran museum, Jumat 23 Februari 2024.
Berdasarkan buku berjudul ‘Bangunan Bersejarah di Kota Makassar’ yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar tahun 2013, gedung itu dibangun sejak tahun 1906. Bersamaan dengan peningkatan status Makassar sebagai Gemeente (Kota Besar).
Pembangunannya selesai pada tahun 1918, diresmikan oleh pejabat kolonial, Walikota I Gemeente Makassar, J.E. Danbrink. Setelah diresmikan, gedung tersebut difungsikan sebagai balai kota. Sampai berakhirnya pemerintahan Belanda pada tahun 1942.
Di masa kemerdekaan, gedung tersebut juga dijadikan balai kota. Baru pada tahun 2000 dialih fungsikan menjadi Museum Kota Makassar. “Museum ini diresmikan 17 Juni 2000. Idenya Amiruddin Maula, Wali Kota Makassar saat itu,“ tutur Harlah.
Harlah, adalah saksi sejarah museum itu berdiri. Saat itu ia masih jadi pegawai honorer. “Sempat dilibatkan dalam penataan awal museum,” katanya. “Awalnya ada sekitar 500 koleksi”.
Sampai saat ini, koleksi di Museum Kota Makassar terus bertambah. “Kadang ada masyarakat yang donasikan. Tahun lalu (2023) saja ada tambahan lima keris,” ucapnya.
Walaupun museum yang dikepalainya terbuka untuk menerima koleksi, Harlah bilang yang diterima juga tidak sembarang. Salah satu kriterianya, berkaitan dengan sejarah Kota Makassar.
Sebelum masuk koleksi, prosedurnya barang yang bakal didonasikan masuk daftar calon koleksi. Kemudian ada tim yang menila. Tim tersebut merupakan tim ahli, terdiri dari praktisi analis koleksi dan akademisi dari kampus. “Sekarang ada 720 koleksi,” ujarnya.
Lulusan magister Program Studi Fifiologi Universitas Padjajaran itu mengatakan, 720 koleksi yang ada jenisnya macam-macam. Jika diklasifikan, ada sembilan jenis: Etnografika (203 buah). Arkeologika (101 buah), Historika (230 buah), Numismatika atau heraldika (102 buah), Keramika (53 buah), Teknologika (satu buah), Seni Rupa (24 buah), Naskah (dua buah), Prasasti (empat buah).
Museum Kota Makassar, tidak sekadar menampung benda-benda kuno. Di sana juga kerap dihelat berbagai kegiatan. “Kita punya Program Publik untuk menggaet pengunjung,” imbuhnya.
Bentuknya, kata dia macam-macam. Ada Museum Keliling, program ini menyambangi titik tertentu di Kota Makassar. Misalnya lorong wisata atau sekolah. “Kami melakukan semacam pameran mini, lalu mengedukasi”.
Selain itu, ada pula program Ayo ke Museum. Program tersebut, kata Harlah mengampanyekan dan menyosialisasikan museum kepada masyarakat. “Ada beberapa kegiatan. Macam-macam”.
Teranyar, sebelum direnovasi, Museum Kota Makassar bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Australia. Membuat sebuah Pameran Seni Digital Imersif bertajuk ‘Walking Through A Songline’.
Pameran yang dihelat 14 September hingga 5 Oktober 2023 itu, berhasil mendongkrak pengunjung Museum Kota Makassar. UPT Museum Kota Makassar mencatat ada 64.620 kunjungan di bulan September. Angka itu sangat tinggi, dibanding bulan Agustus 2023 yang hanya 1.045 pengunjung.
“Langsung meningkat memang. Tapi di sini (Museum Kota Makassar), tiap tahun memang selalu ada peningkatan penunjung,” ungkap Harlah.
Klaim tersebut, senada dengan data UPT Museum Kota Makassar tiga tahun terakhir. Sejak 2021, jumlah pengunjung terus meningkat. Pada tahun 2021, ada 4.173. Lalu tahun 2022 pengunjung naik dua kali lipat menjadi 8.073, dan 2023 meningkat drastis jadi 82.299 pengunjung.
Bagi Harlah, museum bukan gudang penyimpanan benda masa lampau. Lebih dari itu adalah kebutuhan: tempat belajar, tempat rekreasi, hingga tempat perenungan. Ia pun mencontohkan. Jika seseorang anak muda bisa merenungi foto Karaeng Patingalloang —tokoh intelektual Kerajaan Gowa-Tallo.
“Beliau di usia muda bisa menguasai banyak bahasa asing, cerdas. Itu kan pesan, yang harusnya generasi sekarang terima, sehingga dengan menyesuaikan dengan konteks sekarang. Agar bisa menghasilkan Kareng Patingalloang muda,” ucapnya.
“Di museum itu ada pesan leluhur yang kuat, yang harusnya masyarakat resapi. Itu bisa jadi pelajaran bagi mereka. Menerima pesan itu dan mengimplementasikan ke kehidupan sekarang,” tandas Harlah. (pernah dimuat di fajar.co.id)