160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT
iklan dpr makassar

Koalisi Masyarakat Sipil Apresiasi Pembentukan Badan untuk Perlindungan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal Tingkat Dunia

President COP-16 mengesahkan pengadopsian SB8J

Jakarta, Pedomanku.id: Koalisi masyarakat sipil Indonesia mengapresiasi pembentukan dan pengesahan badan permanen baru Subsidiary Body on Article 8j (SB8j) pada konferensi para pihak ke-16 Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati (COP-16) di Kolombia, Sabtu 2 November 2024.
Pembentukan badan baru ini, bertujuan membantu memberikan saran, rekomendasi, dan panduan untuk menjalankan target-target yang disepakati dunia dalam Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).
Article 8j diharapkan memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap pengetahuan tradisional, inovasi dan praktik yang dilakukan masyarakat adat yang relevan dengan praktik konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman hayati yang dipraktekkan oleh masyarakat adat.
Pembentukan badan permanen baru ini bertujuan membantu memberikan saran, rekomendasi, dan panduan untuk menjalankan target-target yang disepakati dunia dalam Kunming Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).
Pemerintah Indonesia sebagai salah satu negara yang awalnya menyampaikan penolakan, pada hari terakhir konferensi mengambil langkah progresif untuk turut mendukung pembentukan SB8j.
Dari berbagai negosiasi yang terjadi sepanjang pertemuan di Colombia pada COP-16, ada beberapa perhatian khusus terhadap agenda pembentukan SB8j, diantaranya bagaimana posisi Subsidiary Body 8j dengan mekanisme Subsidiary Body lainnya seperti Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice (SBSTTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI)?

Kasmita Widodo, Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo mengatakan, pemerintah Indonesia perlu menyelaraskan rencana aksi dan strategi keanekaragaman hayati Indonesia yang diluncurkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada bulan Agustus 2024. Sehingga memberikan pengakuan dan perlindungan penuh terhadap wilayah adat dengan segala keanekaragaman hayatinya serta kearifan lokal masyarakat adat.
Hal senada disampaikan ketua Auriga Nusantara Timer Manurung. Menurutnya pada konferensi keanekaragaman hayati ini seharusnya diwujudkan melalui pengakuan dan perlindungan wilayah adat dalam wilayah dan rencana aksi konservasi, seperti IBSAP, penunjukan/penetapan/zonasi kawasan konservasi dan rencana aksi konservasi spesies.
Program Manager Working Group Indigenous Peoples’ and Community Conserved Areas and Territories Indonesia (WGII), Cindy Julianty mengatakan perlu menyusun berbagai panduan dan rekomendasi, bagaimana cara menghitung dan mengakui kontribusi Masyarakat Adat dan Lokal untuk implementasi target Kunming Montreal – Global Biodiversity Framework. Cindy menekankan, dalam level nasional, sebetulnya ada keterkaitan kuat antara Article 8j dengan dokumen IBSAP (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan) yang sudah diterbitkan pemerintah khususnya target soal partisipasi Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.
“Keberadaan Subsidiary Body on Article 8j merupakan tonggak sejarah. Konvensi CBD benar-benar menempatkan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal sebagai aktor penting dalam implementasi KM-GBF,” kata Cindy Julianty, akhir pekan ini.
Menurutnya langkah yang diambil pemerintah Indonesia ini patut mendapat apresiasi, dan menjadi legacy penting bagi performa pemerintah dalam negosiasi di level internasional, dan harapannya dapat diamplifikasi pada forum lain seperti konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan dalam rangka Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Keberpihakan pemerintah pada masyarakat adat dan komunitas lokal dapat menjadi kekuatan bagi Pemerintah Indonesia untuk memajukan Indonesia sebagai negara dengan mega biodiversity, keragaman budaya, tradisi dan pengetahuan tradisional.
Bimantara Adjie mewakili Perkumpulan HuMa mengatakan perlu mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang tertunda sejak tahun 2012.
“Pemerintah perlu meneruskan budaya hukum yang berpihak pada masyarakat adat dan kelompok minoritas. Serta mengakui hak-hak mereka atas wilayah dan sumberdaya alam sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi,” kata Bimantara Adjie.
Delegasi Indonesia menyampaikan komitmen kuat untuk mendukung pengakuan terhadap masyarakat adat.
Lu’lu’ Agustiana, Analis Kebijakan Ahli Madya, Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, salah satu delegasi Republik Indonesia di CBD Colombia, mengatakan Indonesia mengakui kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal (IPLC) dan mengakui IPLCs sebagai bagian dari proses semua dokumen yang dibangun dibawah CBD.
“Langkah berikutnya bagaimana badan baru ini dapat menunjukkan kinerja dengan baik secara fair dan terbuka,” kata Lu’lu’ sebagai salah satu delegasi Republik Indonesia di CBD Colombia, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu, 2 November 2024. (Ifa)

Facebook Comments Box

Baca Juga