Pameran seni instalasi bertajuk Tengara Dipamerkan di Benteng Rotterdam, Makassar pada 3-9 November 2024
Makassar, Pedomanku.id
Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2024 yang digelar Indonesia Heritage Agency bersama komunitas seni media, baru saja digelar di Benteng Rotterdam, Makassar pada 3-9 November 2024.
Tema yang dipilih tahun ini, adalah “Jelajah Jala” untuk mengajak pengunjung memahami bagaimana sejarah, mitos dan teknologi berkembang di kota Makassar.
Istilah “Jelajah” mencerminkan perjalanan dalam menggali sejarah panjang Benteng Rotterdam dan Kota Makassar. Sedangkan “Jala” merujuk pada makna jaring, baik sebagai simbol teknologi laut, jaringan komunikasi, maupun cerita rakyat “Sinrijala” yang hidup di Makassar.
Melalui pameran seni instalasi dalam festival ini, beberapa seniman menafsirkan mitos dan tradisi lokal menggunakan pelastik sampah, galon dan beberapa benda yang bisa didaur ulang.
Mitos atau cerita rakyat Sinrijala ditampilkan Monica Hapsari, seniman visual dan seni suara yang berkolaborasi dengan Lintang Raditya, seniman suara serta pembuat instrumen dalam pameran instalasi bertajuk “Tengara” yang bisa berarti pertanda. Kolaborasi dilakukan bersama IPPM warga Mangarabombang, Muara Bombang, Pantai Tallo, Sungai Marbo.
Dalam pameran tersebut, puluhan kilo plastik berwarna merah dan putih ditumpuk dan disusun memanjang memenuhi salah satu ruangan di Benteng Rotterdam.
Cahaya redup dan beberapa galon bekas air mineral tergantung dengan alat pukul menyerupai palu yang setiap waktu menciptakan suara bum, bum, bum.
Tengara menjadi sebuah bentuk eksperimen artistik partisipatif, yang memproyeksikan gagasan mitigasi kehidupan di sekitar sungai, melalui pengelolaan sampah. Mitos Sinrijala sebagai bentuk kepatuhan dan rasa hormat terhadap leluhur serta alam.
Mitos tersebut ditandai dengan pertanda sistem peringatan dini atau early warning sistem, yang dibentuk pada masa lalu, untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat di sepanjang sungai Tallo.
Penduduk Makassar sendiri mengenal legenda Sinrijala, buaya putih penguasa Kerajaan Sungai Tallo yang kadangkala menampakkan diri kepada warga. Ada juga makam Boe Ri Bungung Batu, yang terletak di Kampung Bangkala, Kecamatan Manggala. Boe disebut-sebut sebagai titisan Karaeng Sinrijala. Jika warga melihat penampakan itu, warga kemudian membuat sesajen untuk menolak bala.
Menurut Monica, mitos tentang munculnya buaya putih yang hidup di masyarakat Makassar, bisa jadi pertanda bahwa manusia sudah melakukan ketidakseimbangan di alam.
“Ini tentang mitos buaya putih, apakah mitos itu bisa diartikan sebagai sebuah early warning system. Mitosnya, buaya itu akan menampakkan diri, kalau ada sesuatu yang tidak seimbang terjadi di alam,” kata Monica di Benteng Rotterdam, Makassar, 9 November 2024.
Melalui pameran seni instalasi ini, Monica dan Lintang mengaitkan mitos tersebut dengan keadaan lingkungan yang perlu diwaspadai di lingkungan sekitar kita, baik itu pantai, laut atau sungai. Menurutnya, hampir 80 persen sampah terbanyak di sungai Makassar itu sampah plastik.
“Kami mengaitkan mitologi itu dengan keadaan lingkungan, ekologi. Itu related dengan kehidupan kita,” kata Monica.
Monica dan Lintang sudah melakukan residensi dengan warga Mangarabombang, Makassar. Mereka menggelar workshop dan lokakarya bersama warga untuk mengolah sampah plastik.
Bersama warga, keduanya menawarkan kolaborasi yang memanfaatkan sampah untuk dijadikan ragam produk bernilai ekonomi.
Kepada warga di pesisir Mangarabombang dijelaskan bahwa plastik bekas ini, bisa menjadi bahan baku bagus buat tas. Warga kemudian diajarkan untuk membuat produk kerajinan berbahan plastik bekas.
“Harapannya, setelah itu masyarakat memiliki kesadaran tidak membuang sampah plastik sekali pakai, lebih baik dibuat kerajinan tas dll,” kata Monica.
Sehingga kedepan, sungai dan pantai menjadi bersih dari sampah plastik. Warga memiliki kesadaran untuk tidak membuang plastik di sungai, Selain itu warga punya keterampilan mendaur ulang sampah plastik menjadi karya seni yang layak untuk dijual.
Beberapa pengunjung memuji pameran seni instalasi tersebut karena menggunakan barang bekas sampah plastik.
“Pamerannya keren, karena menggunakan sampah plastik kemudian bisa menjadi karya seni. Ide dan konsep pamerannya yang dikaitkan dengan pelestarian lingkungan perlu diapresiasi.” kata Kamel dan Nilan, mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang. (Ifa)